Campuran empon-empon jahe dan kunyit plus lemon minuman sehat meningkatkan kekebalan tubuh

0
167

Minuman herbal yang menghangatkan dari olahan empon-empon dianggap cocok diminum pada masa pandemi seperti sekarang. Campuran dua jenis empon-empon, yaitu jahe dan kunyit dengan tambahan lemon dapat menjadi minuman sehat yang meningkatkan kekebalan tubuh.

Memang kearifan lokal dari para leluhur atau orang-orang tua kita pada zaman dahulu, sudah mengajarkan dan mempraktikkan tentang bagaimana memelihara kesehatan warga dan lingkungannya.

Salah satunya terlihat dari Serat Centhini (1814-1823) sebagai salah satu khasanah kebudayaan daerah Jawa yang menyimpan banyak kearifan lokal, khususnya pengetahuan mengenai dokumen pengobatan tradisional atau etnomedisin serta penjagaan kesehatan.

Di dalamnya terdapat salah satu kisah perjalanan Jayengsari dan Niken Rancangkapti saat menuju kaki Pegunungan Tengger. Di Desa Tosari, mereka bertemu dengan tetua (kamisepuh) desa, Ki Buyut Sudarga, dan mereka diberi aneka hidangan lokal yang sarat gizi seperti, minuman hangat, jenang, jagung, wajik yang keras, makanan dari jail ketan jèpèn, makanan dari sorgum, jagung pari, canthèl, ceriping talas, ceriping ketela, kentang, kacang, uwi, gembili, dan minuman temulawak yang dicampur gula siwalan.

Menyesap Jamu di Kedai Jamu Bernuansa Modern

Empon-empon pun masuk dalam sejarah kisah perjalanan itu. Diceritakan, empon-empon adalah rimpang yang digunakan sebagai sebagai ramuan tradisional seperti jahe, kunyit, temulawak dan sebagainya.

Dalam pengolahan, empon-empon atau akar tanaman ini sering dipadu dengan bahan-bahan dari tanaman lain yang menghasilkan ramuan kesehatan. Pengolahan dan hasil inilah yang dikenal sebagai jamu atau jejamuan.

Serat Centhini bisa dikatakan merupakan dokumentasi pengetahuan jamu tradisional yang pernah lestari di Jawa pada masa silam, seperti yang tertulis pada Jilid VII TembangMegatruh Kaca 163.

”Kapulaga cabe merica kemukus, jungrahab mungsi biji sesawi, tanaman klabet srigunggu, pohon randu berkulit kuning, untuk melengkapi empon-empon.”

Apa itu empon-empon?

Empon-empon yang memiliki nama dasar empu merupakan istilah yang digunakan untuk memberi nama bagian tanaman yang kaya akan senyawa yang dikandungnya. Karena itu empon-empon bukan nama individu melainkan kelompok tanaman yang bisa membentuk simpanan senyawa.

Hal ini yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Murdijati Gardjito, Guru Besar Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Gadjah Mada, menukil Kompas (6/3/2020).

Empu adalah kata berbahasa Jawa yang memiliki arti seseorang yang kaya akan ilmu pengetahuan. Empu dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang berbeda yaitu rimpang, bahasa latinnya rizoma.

Sebagian sari empon-empon ada yang digunakan sebagai bumbu dan sebagai rempah yang memberikan cita rasa tersendiri di dalam suatu makanan. Empon-empon bisa terdapat jahe, kunyit, lengkuas, temulawak, temu kunci. Tanaman tersebut memiliki khasiat untuk mengusir segala penyakit.

“Empon-empon itu sekumpulan atau kasarnya kategori lah dari djampi oesodo (jamu) akar tanaman yang menjadi rempah dan berperan penting dalam perawatan kesehatan,” jelas Wira Hardiyansyah, travelling chef, dalam Kompas.

Roos Nurningsih, Kartini Malang yang Menginspirasi Milenial Lewat Jamu
Disebutkan dalam buku Temu-temuan dan Empon-empon, Budidaya dan Manfaatnya, nenek moyang kita memanfaatkan tanaman yang termasuk kelompok empon-empon untuk pengobatan tradisional dan bumbu masakan. Namun kini penggunaannya meluas ke industri makanan, minuman, perawatan tubuh, dan kosmetika untuk perawatan kecantikan.

Hal senada diucapkan oleh pengajar Farmakognosi Fitokimia dan Teknologi Bahan Alam, Fakultas Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Liliek Hermanu, mengatakan jamu tradisional yang dibuat dari bahan empon-empon menjadi minuman wajib orangtua kita sejak dulu. Jamu memiliki khasiat menyembuhkan penyakit maupun meningkatkan kesehatan tubuh.

“Banyak yang bisa dimanfaatkan dari empon-empon ini, seperti kunyit, temulawak, maupun jahe,” terangnya, seperti dikutip dari Mongabay Indonesia.

Temulawak dan kunyit memiliki kandungan curcumin yang berkhasiat untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun sebagai antioksidan. Perpaduan sejumlah empon-empon yang diolah dan diminum secara rutin, akan menjadi minuman kesehatan jangka panjang.

“Jahe dan sereh itu sebagai antioksidan, walaupun mengandung minyak atsiri. Sebagai jamu, empon-empon memiliki kandungan antiimflamasi, serta antikarsigonetik atau anti kanker. Empon-empon juga sudah lama digunakan masyarakat Indonesia sebagai bumbu masakan khas nusantara,” ujarnya.

Populer saat pandemi

Pandemi corona juga menjadikan jamu tradisional naik daun, banyak dicari masyarakat. Triana Rosmawati, penjual jamu tradisional dari Dapur Kenari, Singaraja, mengatakan dapat tambahan pesanan.

“Sebelumnya, seminggu 30-an botol, sekarang bisa sampai 100 botol,” ungkapnya.

Jamu yang biasa dibuat Triana adalah jamu kunyit asam dan jamu kunyit asam sirih. Dapur Kenari miliknya juga menyiapkan jamu lain bila ada permintaan. Peningkatan pesanan jamu nyatanya diikuti kenaikan harga empon-empon di pasaran.

“Yang kelihatan naik banget itu jahe, kayu manis, dan cengkih. Jahe yang biasanya Rp40 ribu per kilogram, sekarang Rp60-70 ribu. Kunyit masih terjangkau,” jelasnya.

Tingginya permintaan empon-empon membuat para pedagang kewalahan melayani pembeli yang datang silih berganti. Seperti yang dialami Ia (38), pedagang empon-empon di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur. Ia bersama sang suami sibuk melayani pengunjung yang membeli empon-empon dan jamu lainnya pada pagi, siang, dan malam hari.

“Waktu itu ramai sekali saya sampai tidak duduk menjuali pelanggan yang datang,” jelasnya, pada Kompas.

Manfaat Temu Lawak Rempah Khas Nusantara
Hal yang sama terjadi di Desa Nguter, Sukoharjo yang merupakan sentra industri jamu. Terdapat puluhan perajin empon-empon baik berskala kecil, menegah, hingga besar.

Sebagian warga desa setempat merantau ke luar daerah dengan berjualan jamu keliling atau membuka usaha depot jamu. Biasanya, permintaan ramuan herbal melonjak saat perayaan Lebaran. Masyarakat memesan jamu dalam jumlah besar dan dibawa ke daerah perantauan.

“Order jamu dari pelanggan luar Jawa meningkat tajam. Biasanya, produk jamu dipesan secara online. Mungkin mereka ingin menjaga kekebalan tubuh dengan meminum jamu,” kata seorang perajin empon-empon di Desa Nguter, Wardiman, dalam Liputan6.

Kebiasaan mengonsumsi jamu ini juga dilakukan oleh Calista (23), bahkan sejak sebelum kabar virus corona masuk ke Indonesia.

“Biasanya tuh cuma minum jamu kunyit asam sebulan sekali, karena kan aku (untuk kebutuhan) cewe,” ujar Calista.

Calista mengaku mulai mengonsumsi jamu beras kencur yang ia beli melalui layanan pesan antar di sebuah gerai jamu. Meski mengaku santai, namun pemberitaan mengenai corona tetap membuatnya lebih tingkatkan kewaspadaan, khususnya dengan menjaga daya tahan tubuhnya.

“Seminggu minimal 2-3 kali minum jamu. Aku beli pake gojek langsung 1 liter beras kencur,” kata wirausahawan muda ini, menukil VOI.

Pembudidayaan empon-empon
Larisnya empon-empon saat pandemi, menjadikannya primadona tanaman yang dibudidayakan. Salah satunya, warga di Kampung Herbal Surabaya yang telah membudidayakan tanaman tersebut. Diperkirakan, ada 172 jenis tanaman herbal yang dibudidayakan oleh warga.

Warga kampung yang membudidayakan tanaman empon-empon tersebut berada di Kampung Herbal, RT 09/RW 05, Kelurahan Nginden Jangkungan, Kecamatan Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur.

Lurah Nginden Jangkungan, Erna Sri Wulandari menuturkan, pembudidayaan tanaman toga yang dilakukan warga sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, tapi mulai aktif pada 2015. Warga di sana memanfaatkan tanah aset pemkot yang dulu merupakan rawa dan kemudian diubah menjadi taman herbal.

“Karena memang dulu awalnya rawa-rawa dan dihuni banyak hewan, sehingga banyak yang yang kena demam berdarah. Nah, kemudian sama warga dimanfaatkan untuk budi daya berbagai jenis tanaman herbal,” tutur dia seperti dikutip dari Antara (Maret 2020).

Habis Kurban, Terbitlah Kolesterol. Inilah Jamu Khas Indonesia Penurun Kolesterol!
Sistemnya, Erna menyebut, warga melakukan pembibitan secara swadaya di lahan yang dahulu merupakan bekas rawa. Warga pun berbagi tugas satu dengan yang lain dalam proses pembudidayaan. Selain dibuat produk minuman, hasil bibit tanaman herbal itu ternyata juga dijual warga untuk menambah pendapatan.

“Banyak warga dari luar juga yang membeli bibit tanaman herbal di sini. Selain itu, hasil tanaman herbal ini juga diolah warga menjadi produk minuman, seperti sinom, temulawak, dan dititip-titipkan ke warung-warung untuk dijual,” ujar dia

Lambat laun, ternyata banyak warga luar Surabaya yang tertarik untuk berkunjung ke taman herbal tersebut. Bahkan, seringkali turis asing juga berkunjung untuk belajar pembibitan tanaman herbal.

Saat berkunjung ke lokasi ini, lanjut dia, pengunjung akan didampingi oleh guide atau pemandu yang akan menjelaskan berbagai jenis tanaman herbal di sana. Kini, taman herbal yang berada di wilayah Kelurahan Nginden Jangkungan ini menjadi salah satu daya tarik wisata Kota Surabaya.

Namun begitu, perempuan berkerudung ini mengungkapkan, ada hal menarik yang bisa dijumpai ketika berkunjung di Taman Herbal Nginden Jangkungan ini.

Warga di sana, rupanya telah memanfaatkan sistem barcode untuk memudahkan pengunjung belajar berbagai jenis dan manfaat tanaman herbal di lokasi tersebut. Dengan menerapkan sistem barcode, pengunjung bisa mengetahui berbagai jenis nama dan manfaat tanaman toga yang ditanam.

“Sementara ini ada 60 jenis tanaman yang bisa dicek menggunakan barcode. Dari barcode itu bisa diketahui mulai jenis tanaman, nama latin, manfaat tanaman hingga cara pengolahannya,” pungkasnya.

 

Sumber : GFNI.com

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here