Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Kock Meng selaku terduga pemberi suap kepada mantan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan Kock Meng ditahan sejak Rabu (11/9/2019).
“Untuk kepentingan penyidikan, KPK menahan tersangka KMN [Kock Meng] di Rutan Cabang KPK C1 selama 20 hari pertama terhitung mulai 11 September 2019,” ungkapnya pada Kamis (12/9/2019).
Pengusaha Kock Meng diduga memberi suap kepada tiga pejabat Kepri terkait Penerbitan Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) di Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2019.
Penetapan tersangka berdasarkan pengembangan kasus tersebut, yang sebelumnya telah menetapkan Gubernur Kepulauan Riau 2016-2021 Nurdin Basirun, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono, dan swasta bernama Abu Bakar, sebagai tersangka.
“KPK menemukan bukti permulaan yang cukup tentang keterlibatan pihak lain sehingga KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan KMN [Kock Meng] sebagai tersangka,” ujar Yuyuk.
Dia  menjelaskan kasus ini bermula ketika dilakukan proses penyusunan Raperda tentang RZWP3K Provinsi Kepulauan Riau yang antara lain memuat rencana reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Menurut Yuyuk, seharusnya untuk melakukan reklamasi dibutuhkan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, tetapi karena Perda RZWP3K masih dibahas, maka izin lokasi tersebut belum dapat diterbitkan. Oleh karena itu, Kock Meng dan Abu Bakar akhirnya mengajukan terlebih dahulu izin prinsip pemanfaatan ruang laut pada Nurdin Basirun.
Yuyuk mengatakan bahwa Kock Meng dengan bantuan tangan kanannya bernama Abu Bakar mengajukan izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Tanjung Piayu, Batam sebanyak tiga kali.
Pertama, Oktober 2018 untuk rencana proyek reklamasi untuk pembangunan resor seluas 5 hektare. Kedua, April 2019 untuk rencana proyek reklamasi yang bersangkutan seluas 1,2 hektare. Ketiga, pada Mei 2019 untuk pembangunan resort dengan luas sekitar 10,2 hektare.
Dia mengatakan peruntukan area rencana reklamasi yang diajukan Kock Meng seharusnya adalah untuk budidaya dan termasuk kawasan hutan lindung (hutan bakau).
“Namun, hal tersebut kemudian diakal-akali oleh agar dapat diperuntukan untuk kegiatan pariwisata dengan cara membagi wilayah 2 hektare untuk budi daya dan selebihnya untuk pariwisata dengan membangun keramba ikan di bawah restoran dan resor,” ujarnya.
Pada akhirnya ketiga izin tersebut telah terbit dengan luas total 16,4 ha. Sebagai imbalan dari penerbitan izin tersebut, Kock Meng bersama-sama dengan tangan kanannya Abu Bakar memberikan uang pada Nurdin Basirun, Edy Sofyan, dan Budi Hartono secara bertahap.
“Pada Mei 2019 Rp45 juta dan Sin$5.000 sebagai imbalan penerbitan izin prinsip. Kemudian, pada Juli 2019 sebesar Sin$6.000 untuk pengurusan data dukung syarat reklamasi,” kata Yuyuk.
Atas perbuatannya, Kock Meng disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU N. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Yuyuk mengatakan dalam penyidikan Kock Meng telah dilakukan pemeriksaan terhadap delapan orang sebagai saksi yang terdiri dari unsur Kepala Dinas, anggota DPRD, dan pihak swasta.